Rabu, 03 April 2013

Mengkritisi Budaya Masyarakat Islam Tradisional


Hidup dan kehidupan di dunia ini senantiasa berubah. Sebagaimana diajarkan dalam agama bahwa kehidupan di akherat kelak adalah alam "kekal - abadi", sedangkan kehidupan dunia ini adalah alam "fana-sementara" yang tidak terlepas dari perubahan. Pernyataan diatas mengandung makna bahwa kehidupan di dunia bersifat relatif, tidak langgeng dan selalu terjadi dinamika berujung perubahan. Kehidupan bermasyarakat pun mengalami perubahan di lingkungannya seperti sistem ekonomi, politik, sosial, budaya dan lainnya. Dalam konteks ini perubahan budaya pada masyarakat merupakan hal lumrah dan logis. Budaya adalah aset bangsa yang apabila dikelola secara baik akan bermanfaat bagi pembangunan karakter dan jati diri bangsa.

Kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yakni buddhayah, bentuk jamak dari buddhi yang diartikan budi-akal atau biasa dikaitkan dengan akal budi manusia, menghasilkan karya-karya. Sedangkan dalam bahasa Inggris budaya dan kebudayaan disebut culture, asal kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan, diartikan juga sebagai bertani atau mengolah tanah. Sementara kita sering menyebut kata kultur untuk menerjemahkan arti kata culture.tersebut.

Proses pembentukan budaya di suatu komunitas masyarakat berlangsung dalam kurun waktu cukup lama. Di Jawa sebagai contoh, terwujudnya masyarakat Islam tradisional yakni setelah mengalami proses "persentuhan" dengan budaya lokal. Islam sebagai pendatang baru yang membawa "sesuatu yang baru" mau tidak mau bersentuhan dengan budaya setempat. Akibatnya, terjadilah proses "take and give" mengambil dan memberi hingga terbentuklah Islam tradisional yang oleh Fazlur Rahman disebut sebagai orang yang cenderung memahami syari'ah sebagaimana dipratekkan oleh para ulama terdahulu. Berbagai referensi menyebutkan bahwa Islam tradisional berbasis di pedesaan sehingga seringkali diungkapkan Islam tradisional adalah Islam pedesaan, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Banyak kaum urban di perkotaan yang masih menerapkan budaya kaum muslim tradisonal di pedesaan. Hal ini mengingat kaum urban itu dahulunya berasal dari pedesaan juga.

Di Indonesia kaum tradisionalis sering di identikkan dengan NU, sebuah organisasi sosial keagamaan terbesar. Secara hakekat arti kata tradisional sebenarnya merupakan perwujudan dari sifat-sifat kaku dan tidak fleksibel terhadap perubahan di lingkungannya. Namun, kenyataan yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya. Kacung Marijan (1992) menyebutkan bahwa Islam tradisional secara religi bersifat kultural, secara intelektual sederhana, secara kultural bersifat sinkretik, dan secara politis bersifat oportunis. Meskipun saat ini banyak kaum tradisionalis yang bersikap lebih modern, akan tetapi warna konservatif masih melekat dalam kehidupan sehari-harinya.

Peran dan Peranan Pendidikan

Perubahan budaya pada masyarakat Islam tradisional di pedesaan senyatanya dapat dipengaruhi oleh peran dan peranan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan di desa-desa baik formal maupun non formal sedikit banyak mempengaruhi budaya masyarakat desa. Dalam konteks ini maka kebijakan pemerintah yang melibatkan lembaga pendidikan keagamaan yang terdapat di desa-desa dalam menuntaskan wajib belajar jenjang pendidikan dasar patut diapresiasi. Anak-anak desa yang memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan tinggi di kota-kota besar bahkan di luar negeri tatkala kembali ke kampung halaman juga memberikan sumbangan cukup signifikan terhadap proses perubahan budaya setempat.

Sepanjang perubahan budaya masyarakat Islam tradisional di pedesaan lebih dipengaruhi oleh dunia pendidikan, perubahan budaya yang terjadi akan memiliki unsur kekuatan akal budi yang merupakan faktor penting dari perubahan budaya dan kebudayaan. Hal ini disebabkan sistem pendidikan memiliki tujuan yang jelas dan terukur dalam "memberdayakan" peserta didik.

Secara sociocultural pendidikan di pedesaan telah lama berlangsung semenjak masuknya Islam di persada Nusantara, walau kegiatan pendidikan masih sebatas "mengaji" memahami ajaran Islam. Sejak lama masyarakat di pedesaan telah menumbuh-kembangkan pendidikan baik di mesjid . surau maupun pesantren dengan cara bergotong royong, swadaya masyarakat setempat. Tidak lama kemudian muncul lembaga pendidikan madrasah yang mengajarkan juga ilmu-ilmu dasar dan umum disamping ilmu agama.

Kemandirian adalah ciri utama pemdidikan di pedesaan. Hanya saja kegiatan pendidikan (Islam) di pedesaan kala itu terlanjur diberikan stigma sebagai urusan akherat hingga mempengaruhi tumbuh kembang disiplin ilmu umum di pedesaan. Jika kita merujuk referensi bahwa asal usul sumber ilmu tidak terlepas dari sumbangan pemikiran dari hasil kajian cendekiawan Muslim terdahulu, sebut saja seperti Ibu Sina yang di Barat dikenal sebagai Avicenna, sebagai peletak ilmu kedokteran modern.

Di Indonesia, secara sociocultural politics, skenario penjajah yang berciri "devide et impera" sukses memisahkan urusan dunia dan ukhrowi. Ini terjadi pada lembaga-lembaga pendidikan yang tumbuh di pelosok daerah. Kebijakan memecah belah ala penjajah ini efeknya terasa hingga sekarang. Ilmu agama terpisah dari ilmu alam dan ilmu umum lainnya. Seolah-olah matematika, fisika, sosiologi, geografi dan pelajaran terkait lainnya tidak milik Islam dan bukan berasal dari sang Maha Pencipta.

Pengaruh Teknologi Informasi Dan Komunikasi 

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang diproduksi pihak industri tidak dipungkiri mengutamakan unsur bisnis semata ketimbang membawa misi pencerahan pendidikan. Tidak heran bila produsen TIK gencar dan getol memasarkan produksinya sesuai dengan hasrat mereka mengejar keuntungan belaka. TIK yang telah merambah ke pelosok desa turut andil terjadinya perubahan budaya. Sesuatu yang patut dicermati oleh pemangku kepentingan kesejahteraan rakyat dalam menekan ekses negatif dari beredarnya alat-alat canggih. Keberadaan internet, televisi, ponsel, dan media elektronik lainnya yang dapat mengakses dan membawa beragam informasi membuat khasanah budaya masyarakat pedesaan makin dinamis.

Perubahan budaya juga dapat timbul akibat munculnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh berakhirnya kebiasaan surat menyurat berujung pada ditemukannya perangkat lunak TIK yakni imel melalui internet dan sms (pesan singkat) melalui ponsel dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lain. Penemuan ini membuat budaya lama tergerus diganti dengan budaya baru. Fnomena ini disebut sebagai penetrasi kebudayaan yakni masuknya pengaruh suatu kebudayaan terhadap kebudayaan lainnya.

Sharplin dalam Sonhaji (2003) mengungkapkan bahwa tingkat homogenitas masyarakat yang dapat mempengaruhi perubahan budaya. Pertama, jika suatu komunitas masyarakat besar dan kompleks, perubahan budaya dalam komunitas itu semakin sulit dibandingkan komunitas kecil dan sederhana. Kedua, perubahan budaya cenderung semakin sulit dalam masyarakat dengan homogenitas budaya yang tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang heterogen. Semakin banyak orang desa yang terdidik dan mengalami secara positif akulturasi budaya dari luar menjadikan komunitas masyarakat tertentu lebih heterogen. Jika tingkat heterogenitas cukup tinggi maka perubahan budaya justeru dapat terjadi dengan mudah. Sudah barang tentu perubahan budaya yang kita inginkan dalam masyarakat Islam tradisional di pedesaan adalah perubahan kearah yang lebih baik dalam memperkuat jati diri dan karakter bangsa. Harapan ini akan bisa terwujudnyatakan jikalau peran dan peranan pendidikan lebih disebar-ratakan pada masyarakat Islam tradisional di pedesaan.

Pendidikan yang dimaksud dalam konteks ini tidak selalu hanya terpaku pada pengembangan pendidikan formal tetapi juga dapat melalui pendidikan non formal dan informal (keluarga). Pemerintah termasuk jajarannya yakni aparat perangkat pedesaan senantriasa pro aktif turun ke lapangan untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan dan mencanangkan program-program pemerintah yang berorientasi pada penguatan karakter / jati diri bangsa. Dengan demikian, diharapkan efek samping dan implikasi buruk yang bisa terjadi akibat pengaruh pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tersebut dapat ditekan seminimal mungkin.


Penulis; Mahasiswa S3 UIN Maliki Malang (ARIES MUSNANDAR)


PENGARUH ATAU DAMPAK NEGATIF BUDAYA ASING TERHADAP SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA


Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terkenal dengan keanekaragaman dan keunikannya. Terdiri dari berbagai suku bangsa, yang mendiami belasan ribu pulau. Masing-masing suku bangsa memiliki keanekaragaman budaya tersendiri. Di setiap budaya tersebut terdapat nilai-nilai sosial dan seni yang tinggi. Pada kondisi saat ini kebudayaan mulai ditinggalkan, bahkan sebagian masyarakat Indonesia malu akan kebudayaannya sebagai jati diri sebuah bangsa. Hal ini mengakibatkan hilangnya keanekaragaman budaya Indonesia secara perlahan-lahan, yang tidak terlepas dari pengaruh budaya luar dan karakter mayarakat Indonesia yang suka meniru.

Generasi muda termasuk mahasiswa di dalamnya, baik disadari atau tidak memegang amanah dalam menjaga kelestarian keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Dalam menjaga kelestarian budaya Indonesia tersebut banyak cara yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan dan batasan-batasan yang ada. Jangan sampai di saat budaya kita diambil bangsa lain, baru kita menyadari betapa bagusnya nilai-nilai yang terkandung dalam budaya kita itu sendiri.

Perkembangan zaman dan teknologi yang semakin lama semakin canggih serta perdagangan bebas yang telah terjadi di dunia khususnya Indonesia telah meracuni bangsa Indonesia terhadap moral akhlak dan tatakrama pergaulan anak remaja, adat budaya Indonesia yang dulu katanya Indonesia kaya akan budayanya kini terhapus semua oleh yang namanya kemajuan zaman, salah satu contohnya yang telah kita tahu kesenian Reog Ponorogo yang berasal dari Jawa Timur ponorogo telah di akui oleh bangsa Malaysia itu di sebabkan karena kekurangpedulian dan pelestariannya kita terhadap budaya kita sendiri.

Perkembangan zaman era Globalisasi sekarang ini amatlah pesatnya sehingga membuat kita sering takjub dengan segala penemuan-penemuan baru disegala bidang. Penemuan-penemuan baru yang lebih banyak didominasi oleh negara-negara Barat tersebut dapat kita simak dan saksikan melalui layar televisi, koran, internet dan sebagainya yang sering membuat kita geleng-geleng kepala sebagai orang Indonesia yang hanya bisa menikmati dan memakai penemuan orang-orang Barat tersebut. Penemuan-penemuan baru tersebut merupakan sisi positif yang dapat kita ambil dari negara-negara Barat itu sedangkan di negara-negara Barat itu sendiri makin maju dan modern diiringi pula dengan bebasnya mereka dalam bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi suatu kebiasaan yang membudaya.

Kebiasaan-kebiasaan orang Barat yang telah membudaya tersebut hampir dapat kita saksikan setiap hari melalui media elektronik dan cetak yang celakanya kebudayaan orang-orang Barat tersebut yang sifatnya negatif dan cenderung merusak serta melanggar norma-norma ke timuran kita sehingga ditonton dan ditiru oleh orang-orang kita terutama para remaja yang menginginkan kebebasan seperti orang-rang Barat. Kebudayan-kebudayaan Barat tersebut dapat kita mulai dari pakaian dan mode, musik, film sampai pada pergaulan dengan lawan jenis.

Penulis; Ni Komang Prema Krisna Putri


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons